Selasa, 30 Oktober 2012

pendekatan psikoanalisa


A.   Latar Belakang Lahirnya Pendekatan Psikoanalisis
Pendekatan psikoanalisi dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Sigmund Freud merupakan orang Jerman keturunan Yahudi lahir 6 Mei 1856 di Freiberg dan meninggal di London 23 September 1939. Psikoanalisis mulai diperkenalkan oleh Freud pada buku pertamanya yaitu penafsiran atas mimpi (Dream Interpretation) pada tahun 1900.
Istilah psikoanalisis mula-mula hanya digunakan pada hal-hal yang berhubungan dengan Freud saja, sehingga psikoanalisis dan psikoanalisis freud memiliki arti yang sama. Hal ini disebabkan karena murid-murid freud yang mengembangkan teori psikoanalisis baik yang sejalan maupun tidak, pada umumnya menggunakan istilah atau menggunakan nama yang berbeda untuk menunjukkan identitas ajaran mereka. Seperti Carl Gustav Jung dan Alfred Adler yang menciptakan psikologi analitis (analytical psychology) dan psikologi individual (individual psychology). Namun sejak psikoanalisis menjadi mode yang tersebar luas, istilah psikoanalisis banyak digunakan tidak saja pada hal-hal yang bersangkutan dengan Freud. Sampai akhir abad ke-19, ilmu kedokteran berpendapat bahwa semua gangguan psikis berasal dari salah satu kerusakan organis dalam otak. Belum banyak iluan yang meneliti area afektif yang menyebabkan gangguan psikis. Psikoanalisis merupakan salah satu factor yang memberikan pengaruh dalam mengubah pendapat tentang penyebab gangguan psikis.


B.   Pandangan Tentang Manusia
Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, tingkah laku manusia ditentukan oleh kekuatan irasional, motivasi bawah sadar (unconsciousness motivation), dorongan (drive) biologis dan insting, serta kejadian psikoseksual selama enam tahun pertama kehidupan. Insting merupakan pusat dari pendekatan yang dikembangkan oleh Freud. Walaupun Freud pada dasarnya menggunakan istilah libido yang engacu pada energy seksual, ia mengembangkan istilah ini menjadi energi seluruh insting kehidupan. Insting-insting ini  bertujuan sebagai pertahanan hidup dari individu dan manusia, berorientasi pada pertumbuhan, perkembangan dan kreativitas. Libido dipahami sebagai sumber motivasi yang lebih luas dari sekedar energy seksual. Freud memasukkan tingkah laku yang bertujuan mendapatkan kesenangan dan menghindari kesakitan merupakan libido.
C.   Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem: id, ego dan superego. Ketiganya adalam nama bagi proses psikologis dan jangan dipikirkan sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan kepribadian. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis sedangkan superego merupakan komponen social.
Pada orang yang dianggap sehat mental, ketiga komponen merupakan kesatuan organisasi yang harmonis. Sehingga memungkinkan individu berhubungan dengan lingkungan secara efesien dan memuaskan. Bila ketiga system bertentangna satusama lain, individu mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Tingkahlaku manusia hamper semua merupakan produk interaksi ketiga sistem tersebut.
Id : sistem  dasar  kepribadian— libido  yang meliputi instink-instink  manusia  berupa dorongan unruk mempertahankan hidup(life instinct) merupakan dorongan  seksual  dan dorongan untuk mati (death instinct) merupakan dorongan  agresi (marah, menyerang orang lain, berkelahi) . Id adalah  tidak  rasional,  tidak  bermoral,  dan  didorong  oleh  satu pertimbangan demi  terpenuhinya  kepuasan  kebutuhan  yang  bersifat insting sesuai dengan prinsip kesenangan.  
Ego  :  bagian  kepribadian  yg  bertugas  sebagai  pelaksana,ia bertindak sebagai eksekutif yang mengatur,menggontrol, meregulasi kepribadian. Ego tidak  dibawa sejak  lahir, tetapi berkembang seiring dengan  hubungan individu  dengan  lingkungan dan memiliki prinsip  :  realitas. Tugas utama ego adalah memediasi antara insting dengan lingkungan sekitar. Ego mengontrol kesadara dan bertindak sebagai sensor. Ego memiliki tiga fungsi yaitu:
ü  Prinsip kenyataan (reality principle), bertujuan untuk mencegah terjadinya ketegangan sampai ditemukan objek yang sesuai.
ü  Pengujian terhadap kenyataan (reality testing), ego mengotrol semua fungsi kognitif dan intelektual, menyusun rencana pemenuhan kebutuhan dan menguji rencana tersebut. Esekutif kepribasian berfungsi untuk mengontrol pintu-pintu kearah tindakan, memilih lingkungan, memutuskan insting mana yang akan dipuaskan, bagaimana cara untuk memuaskannya.
ü  Mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) yaitu mengendalikan id dan menghalau implus dan perasaan cemas yang tidak menyenangkan melalui strategi tingkah laku yang dipilih oleh individu yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri.
Mekanisme pertahanan ego memiliki dua karakteristik yaitu, menyangkal realitas dan mengganti realitas. Ada beberapa pertahanan ego yang digunakan oleh individu dalam berhubungan dengan orang lain diantaranya:
a.       Identifikasi : menyatukan  ciri-ciri  orang  lain  kedalam  kepribadian  sendiri. Misalnya seorang anak yang sangat mencintai ayahnya, dan ia meniru segala sesuati yang berhubungan dengan ayahnya atau dengan kata lain ia ingin menjadi seperti ayahnya.
b.      Displacemen (penempatan yang keliru): mengalihkan perhatian dari objek utama ke objek pengganti yang lain ketika insting terhalangi, melalui: kompensansi  dan  sublimasi. Misalnya kemarahan anak kepada orangtua dilampiaskan kepada saudara yang lebih kecil atau objek lain arena takut dimarahi kembali oleh orang tua.
c.       Represi : menolak  atau  menekan  dorongan-dorongan yang  muncul  dengan  cara tidak  mengakui  adanya  dorongan  itu.  Didalam represi individu secara tidak sadar menghalangi pikiran yang menyakitkan dari memori. Contohnya anak yang kurang berprestasi (underachivement) mungkin menekan ingatan-ingatan yang menyakitkan tantang pengalaman mengalami kegagalan pada masa sekolah.
d.      Proyeksi : melemparkan keadaan diri ( misalnya kecemasan) kepada orang atau subjek lain. Misalnya Anggi membenci Indah, maka Anggi mengatakan bahwa Indah membencinya.
e.       Reaksi Formasi : mengganti dorongan yang muncul dengan hal-hal yang sebaliknya. Misalnya seorang ibu yang memiliki perasaan menolak terhadap anaknya, karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan tingkahlaku yang sangat berlawanan, yaitu terlalu melindungi anaknya. Orang yang menunjukkan sikap menyenagkan yang berlebihan atau terlalu melarang boleh jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya.
f.       Fiksasi : terpaku pada satu tahap perkembangan karena takut memasuki tahap perkembangan  berikutnya, karena perkembangan selanjutnya sangat sukar sehingga menimbulkan kecemasan dan frustasi yang berlebihan. Misalnya seoranr remaja atau orang dewasa yang hidup dengan orang tua memiliki kecemasan yang berlebihan untuk mandiri, sehingga bergantung kepada orang tua secara berlebihan pula.
g.      Regresi merupakan usaha untuk menghindari kegagalan atau ancaman terhadap ego, individu mundur kembali ketaraf perkembangan yang paling rendah. Misalnya Tino kembali bersikap kekanak-kanakan karena takut akan bebani tanggungjawab atau karena takut tidak mendapatkan perhatian.
h.      Introyeksi adalah suatu bentuk pertahanan diri yang dilakukan dengan menganmbil alih nilai-nilai dan standar orang lain baik positif maupun negative. Misalnya anak yang sering mendapatkan perlakuan keras ketika masa kecilnya, mengambil cara orangtuanya mengatasi stress sehingga melestarikan silkus kekerasan.
i.        Penyangkalan yaitu menolak kenyataan, dan menggantinya dengan halusinasi.
j.        Rasionalisasi merupaka cara untuk memberikan alas an-alasan yang masuk akal sebagai usaha untuk mempertahankan egonya sehingga seolah-olah dapat dibenarkan.
Superego :  kontrol internal. Superego merupakan wewenamg moral dari kepribadian dan mempresentasikan hal-hal yang ideal, bukan yang real, memperjuangkan kesempurnaan, bukan kenikmatan, memutuskan benar-salah, bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Superego terdiri  dari dua bagian yaitu :
1.      Suara hati (conscience) : apa  yang  seharusnya  tidak dilakukan. Suara hati berisi hal-hal yang menurut orang tua tidak baik dilakukan dan jika dilakukan maka akan mendapatkan hukuman.
2.      Ego – ideal : apa  yang  seharusnya  saya  menjadi. Ego ideal merupakan wadah yang menampung hal-hal yang diharapkan untuk dilakukan dan bila dikerjakan mendapatkan hadiah. Dalam proses ini terdapat introyeksi yaitu proses masuknya suara hati dan ego ideal yang berasal dari pendidikan orang tua kedalam diri individu sehingga membentuk control diri.
D.   Perkembangan Kepribadian
Perkembangan manusia dalam psikoanalisis merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Menurut Corey (1986) menemukan bahwa permasalahan yang ditemuinya dalam konseling individual dan kelompok adalah (1) ketidakmampuan mempercayai diri sendiri dan orang lain, ketakutan akan cinta dan hubungan yang dekat, serta rendahnya percaya diri (self-esteem), (2) ketidakmampuan mengenali dan mengekspresikan kemarahan, kemarahan dan kebencian, dan (3) ketidakmampuan untuk menerima sepenuhnya seksualitas diri dan perasaan seksual, kesulitan menerima diri sebagai perempuan atau laki-laki.
Dalam pendekatan psikoanaisis, terdapat lima fase perkembangan psikoseksual, yaitu:
1.      Fase Oral (0-1 tahun)
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada mulutnya, melalui menghisap dan menggigit. Pada masa ini hubungan social bayi lebih bersifat fisik dan objek terdekat adalah ibu. Masalah kepribadian yang muncul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pada fase ini adalah ketidakpercayaan kepada orang lain, menolak cinta dari orang lain, dan ketakutan serta ketidak mampuan membentuk hubungan yang intim.
2.      Fase Anal (1-3 tahun)
Pusat kenikmatan terletak pada daerah anus yaitu melalui menahan dan melepaskan terutama saat buang air besar. Tugas perkembangan yang utama pada masa ini adalah belajar kemandirian, menerima kekuatan personal dan belajar mengeksresikan perasaan negative seperti kemarahan dan agresi. Pada masa ini peran orang tua dalam mendisiplinkan anak memiliki konsekuensi signifikan dalam perkembangan kepribadian anak dimasa yang akan dating. Dalam tahap ini juga pembentukan kata hati dan hati nurani.
3.      Fase Phallic (3-5 tahun)
Anak memindahkan pusat keuasan pada daerah kelamin. Fase ini merupakan pembentukan identitas seksual. Anak mulai tertarik perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Konflik yang terjadi pada masa ini berpusat pada hasrat inses yang tidak disadari yang dikembangkan oleh anak kepada orangtua yang berlawanan jenis kelamin. Cara orang tua merespon secara verbal dan nonverbal terhadap keinginan seksual anak memiliki pengaruh pada pembentukan identitas seksual dan perasaan yang dikembangkan oleh anak.
4.      Fase Laten (5-12 tahun)
Fase ini disebut juga dengan masa tenang dimana minat seksual digantikan oleh minat pada sekolah, teman bermain, olahraga dan berbagai aktivitas yang baru bagi anak. Karena pada masa ini perkembangan pesat terjadi pada aspek motorik dan kognitif. Pada masa ini sosialisasi sebagai anak meluas ke luar keluarga inti dan membentuk hubungan dengan orang lain.
5.      Fase Genital (12 ke atas)
Fase ini adalah tahap akhir perkembangan psikoseksual. Pada masa ini alat reproduksi seksual mulai matang dan mulai terjadi puber, energy psikis libido diarahkan  untuk hubungan heteroseksual. Individu menggunakan energy seksual pada berbagai aktivitas yang diterima masyarakat seperti membangun pertemanan, terlibat pada aktivitas seni, dan olahraga serta mempersiapkan karir.
E.   Tujuan Konseling
Tujuan konseling pendekatan psikoanalisis adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal yang tidak disadari menjadi sadar kembali. Proses konseling dititik beratkan pada usaha konselor agar konseli dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecilnya terutama antara umur 2-5 tahun. Pengalaman-pengalaman tersebut ditata, didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan agar kepribadian konseli dapat direkontruksi kembali.
Jadi penekanan konseling adalah pada aspek afektif sebagai pokok pangkal munculnya ketidaksadaran manusia. Sudah barang tentu tilikan kognitif tetap diperhatikan, akan tetapi tidak sepenting aspek afektif.
F.    Peran Dan Fungsi Konselor
o   Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal oleh konseli.
o   Sedikit bicara tentang dirinya dan jarang sekali menunjukkan reaksi pribadinya.
o   Konselor membuat suatu hubungan kerja dengan konseli.
o   Konselor mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran terhadap pernyataan konseli.
o   Konselor memberikan perhatian terhadap keadaan resistensi konseli yaitu suatu keadaan dimana konseli melindungi suatu perasaan, trauma, dan kegagalan konseli terhadap konselor
o   Mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran konseli yang dilindungi dengan cara transferensi.
G.  Proses Konseling
Secara sistematis proses konseling yang dikemukakan dalam urutan fase-fase konseling dapat diikuti berikut ini.
1)      Membina hubungan konseling yang terjadi pawa tahap awal konseling.
2)      Tahap krisis bagi konseli yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya, dan melakukan transferensi.
3)      Tilikan terhadap masa lalu konseli terutama masa kanak-kanaknya.
4)      Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri.
5)      Pengembangan hubungan transferensi konseli dengan konselor.
6)      Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
7)      Menutup wawancara konseling.
H.  Teknik-Teknik Konseling
Adapun Teknik dasar dalam konseling psikoanalisis adalah sebagai berikut:
a.      Asosiasi bebas: Dalam asosiasi bebas, konseli mengabaikan cara normal dalam mensensor pemikiran secara sadar menekan pemikiran tersebut dan bukannya mengatakan apa yang ada dibenaknya, meskipun jika pemikiran tersebut terdengar konyol, irasional, sugestif, atau menyakitkan. Dengan begini, id diminta untuk berbicara dan ego tetap diam (Freud, 1936). Materi tak sadar memasuki pikiran sadar, dan disitu konselor menginterpretasikannya.
Asosiasi bebas betujuan untuk meninggalkan cara berpikir yang biasa menyensor pikiran. Hal ini dilakukan dengan meminta konseli berbaring rileks, kemudian diminta untuk mengasosiasikan kata-kata yang diucapkan sendiri atau oleh konselor, dengan kata yang pertama sekali muncul dalam ingatannya tanpa memperhitungkan baik buruk, benar-salah, atau meskipun kelihatan aneh, irasional, menggelikan, atau menyakitkan.
b.      Analisis Mimpi. Freud yakin bahwa mimpi merupakan jalan utama untuk memahami alam tidak sadar, bahkan menyebutnya “ jalan mewah menuju alam tidak sadar. ” Ia berpikir mimpi merupakan suatu upaya untuk memenuhi keinginan di masa kanak-kanak atau ekspresi hasrat seksual yang tidak diakui. Di dalam analisa mimpi, konseli didukung untuk bermimpi dan mengingat mimpi-mimpinya. Konselor harus benar-benar sensitive terhadap dua aspek mimpi: isi manifestasi (makna yang jelas) dan isi laten (tersembunyi tetapi makna yang benar) (Jones, 1979). Ahli analisa membantu menginterpretasikan ke dua aspek tersebut kepada konseli.
c.       Analisis Tranferensi. Transference merupakan tanggapan konseli pada konselor seolah-olah konselor tersebut adalah gambar yang signifikan di dalam kehidupan masa lalu konseli, biasanya gambar orang-tua. Ahli analisa mendukung transference ini dan menginterpretasikan perasaan negatif maupun positif yang diekspresikan. Pengungkapan ekspresi ini bersifat terapi, dan meringankan beban. Tetapi nilai sebenarnya dari pengalaman ini berada pada rasa sadar yang meningkat pada diri klien itu sendiri, yang keluar melalui analisa transference konselor. Mereka yang mengalami transference dan memahami apa yang terjadi kemudian akan merasa lepas untuk maju ke tahap perkembangan yang selanjutnya.
d.      Analisis Resistensi. Terkadang konseli mengalami kemajuan pesat saat menjalani psikoanalisis dan kemudian melambat atau berhenti. Resistensi mereka terhadap proses terapi ini dapat berupa, seperti misalnya melewatkan janji temu, datang terlambat, tidak membayar biaya perawatan, tetap berada pada transference, memblokir pemikiran pada asosiasi bebas, atau menolak untuk mengingat mimpi atau kenangan yang lebih awal. Analisa konselor terhadap resistensi dapat membantu konseli untuk mendapatkan pencerahan tentang hal ini dan juga pada perilaku lainnya. Jika resistensi tidak dihadapi, maka proses terapi tersebut kemungkinan akan mengalami kebuntuan lagi.
e.       Interpretasi. Interpretasi harus dipandang sebagai bagian dari teknik-teknik yang telah kita amati dan bersifat saling mendukung. Ketika memberikan interpretasi, konselor membantu konseli memahami makna peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau dan masa kini. Interpretasi memberikan penjelasan dan analisa terhadap pemikiran, perasaan dan tindakan klien. Para konselor harus berhati-hati dalam menggunakan Teknik interpretasi. Jika dilakukan terlalu cepat, hal itu dapat membuat konseli menjauh. Tetapi, jika tidak digunakan sama sekali atau digunakan terlalu sering, maka konseli akan gagal dalam mendapatkan pencerahan.


0 komentar:

Posting Komentar