A.
Sejarah
Lahirnya Pendekatan Analisi Transaksional
Pendekatan analisis transaksional
dipelopori oleh Erick Berne (1910-1970) setalah ia mendapatkan gelar M.D (Medical Doctor). Dari McGill University
di Montreall pada tahun 1935. Ia menyelasaikan spesialisasi psikiatri di Yale
University. Ketika mengabdi di Tentara Amerika Serikat (USArmy) selama tahun1943-1946, ia mulai bereksperimen tentang
terapi kelompok. Setelah itu ia memulai praktik psikiatri di Carmel,
California. Berdasarkan hasil observasinya terhadap konseli-konseli, Berne
membuat kesimpulan tentang struktur dan fungsi kepribadian yang bertentangan
dengan sebagian besar psikiatris pada zaman itu, yaitu pada pertengahan tahun
1950-an.
Pada usia 46 tahun, ia mengundurkan
diri dari keanggotaan The Psychoanalitic
Institute. Kemudian mendobrak asumsi dasar dari psikiatris tradisional dan
mulai berpraktik dengan Transactianal
Analysis. Pada tahun 1946 dia mengeluarkan buku Games People Play yang menjadi International
Best-seller (Thompson, 2004).
B.
Pandangan
Tentang Manusia
Pandangan analisis transaksional
tentang hakekat manusia ialah pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau
dorongan – dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ini ada
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah serta yang berbentuk verbal dan fisik.
Yang menjadi keperibadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh
sentuhan melalaui transaksi. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk dari
naskah hidup seseorang yang telah terbentuk sejak usia muda.
Manusia
dianggap memiliki pilihan dan tidak tergantung pada masa lalu. Walaupin
pengalaman masa lalu yang menentukan posisi hidup tidak bisa dihapus, individun
dapat mengubah posisinya. Seperti yang dikemukakan Berne (1970):
“Manusia
dilahirkan bebas, tetapi salah satu hal yang pertama dipelajarinya adalah
berbuat sebagaimana diperintahkan, dan dia menghabiskan sisa hidupnya dengan
berbuat seperti itu. Jadi, penghambaan diri yang pertama dijalani adalah
penghambaan pada orangtua. Dia menuruti perintah-perintah orangtua untuk
selamanya, hanya dalam beberapa keadaan saja mempunyai hak untuk memilih
cara-caranya sendiri, dan menghibur diri dengan suatu ilusi tentang otonomi”
(Corey, 2010:159).
C.
Struktur
Kepribadian
Analisis transaksional meyakini pada
diri individu terdapat unsure-unsur kepribadian yang terstruktur dan
itu meruakan satu kesatuan yang disebut dengan “ego state”. Adapun unsur
kepribadian itu terdiri dari:
1.
Ego state child ; Pernyataan ego dengan ciri kepribadian anak-anak seperti
bersifat manja, riang, lincah dan rewel. Tiga bagian dari ego state child ini
ialah:
a.
Adapted child (kekanak-kanakan): Unsur ini kurang
baik ditampilkan saat komunikasi karena banyak orang tidak menyukai dan hal ini
menujukkan ketidak matangan dalam sentuhan.
b.
Natural child (anak yang alamiah): Natural
child ini banyak disenangi oleh orang lain karena sifatnya yang alamiah dan
tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan kebanyakan orang senang pada
saat terjadinya transaksi.
c.
Little professor : Unsur ini
ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang gembira dan menyenangkan
padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan kebenaran.
2.
Ego state parent; Ciri kepribadian yang diwarnai oleh siafat banyak menasehati,
memerintah dan menunjukkan kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua
yaitu:
a.
Critical parent; Bagian ini dinilai sebagai bagian
kepriadian yang kurang baik, seperti menujukkan sifat judes, cerewet, dll.
b.
Nurturing parent; Penampilan ego state seperti ini
baik seperti merawat dan lain sebagianya.
3.
Ego state adult; Berorientasi kepada fakta dan selalu diwarnai pertanyaan
apa, mengapa dan bagaimana.
Dengan
demikian untuk kita ketahui bahwasanya dalam tiap individu ego state yang tiga
diatas selalu ada yang berbeda Cuma kadarnya saja. Berapa banyak ego state yang
ada dalam individu akan mempengaruhi tingkah lakuorang tersebut.
Berdasarkan keberadaan ego state
terdapat tiga komposisi yang ada dalam diri individu adalah:
1.
Ego
state normal : Sesuai dengan situasi dan kondisi dimana orang itu berada.
Penampilan ego state yang normal ini dapat dilihat dalam suasana yang serius.
2.
Ego
state kaku :
Ego state yang ditmpilaknnya tidak berbeda tetapi hanya satu saja.
3.
Ego
state cair : Tidak ada
batasan antara penampilan ego state yang satu dengan yang lain.
D.
Perkembangan
Kepribadian Yang Sehat
Ciri-ciri kepribadian yang sehat
menurut Hansen (dalam Taufik, 2009;111) adalah:
1) Individu dapat menampilkan ego
statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada.
2) Individu berusaha menemukan naskah
hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula ia memperoleh sentuhan secara
bebas pula.
3) Memilih posisi hidup revolusioner,
saya OK kamu Ok.
4) Ego statenya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak pul
cair.
E.
Perkembangan
Kepribadian Yang Abnormal
Masih dalam buku sumber yang sama cirri kepribadian yang
abnormal ialah:
1) Kecendrungan untuk memilih posisi
devolusioner, obvolusioner dan pada dirinya ada unsure tidak Ok.
2) Kecenderungan untuk menggunakan ego
state yang tunggal.
3) Ego state yang ditampilkannya
terlalu cair.
4) Ego statenya tercemar.
F.
Model
Analisis dan Diagnosis Masalah Analisis Transaksional
Teori analisi transaksional
tentang manusia dan hubungan manusia didapat dari pengumpulan data melalui
empat tipe analisis yaitu:
1)
Analisis Struktur (structural analysis)
Menjelaskan
kepada klien bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga ego state dan
menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya individu itu sadar
ego state yang mana yang lebih dominan dalam dirinya.
Dengan mengetahui struktur ego state konseli, akan diketahui
masalah yang dihadapi konseli. Bila konseli dominan menggunakan ego state A
masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah orang
lain. Bila O yang domninan maka konseli tengah ditakuti, dijauhi, disishkan
atau diasingkan orang lain.
2)
Analisis Transaksi (transactional analysis)
Transaksi antara konselor – konseli
pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor
menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus konseli. Dengan
orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan konseli, maupun dengan bahasa
non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan
konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi konselor.
Konselor menganalisis pola transaksi
dalam kelompok, sehingganya konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang
lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat
atau belum.
3)
Analisis Mainan (game analysis)
Analisis mainan adalah analisis
hubungan transaksi yang terselubung antara Konseli dengan konselor atau dengan
Lingkungannya. Mungkin konseli dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon
emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila konseli
dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi
amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak.
Konselor menganalisis suasana
permainan yang diikuti oleh konseli untuk mendapat sentuhan, setelah itu
dilihat apakah konseli mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah
resiko yang tingkatnya lebih rendah.
4)
Analisis Skript (script analysis)
Analisis Skript ini merupakan usaha konselor
yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki
klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang
sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.
Hal ini dilakukan apabila konselor
sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkiti posisi hidup yang tidak sehat.
G. Tujuan
Konseling
Menurut corey, melihat dari tujuan
dasar dari analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat
putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekrang dan arah hidupnya.
Sasaranya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam
memilih telah dibatsai oleh putusan dini mengenai posisi hidupnya.
Menurut Harris (1967) melihat tujuan
Analisis Transaksional sebagai membantu individu agar memiliki kebebasan
memilih kebebasan mengubah keinginan, kebeasan mengubah respons-respons
terhadap stimulus yang lazim maupun yang baru (h.82).
Menurut Lutfi Fauzan, Tujuan
konseling analisis transaksional dapat dibagi menjadi dua yaitu:
·
Tujuan
Umum Konseling Analisis Transaksional, ialah membantu individu mencapai
otonomi. Individu dikatakan mencapai otonomi bilamana ia memliki Kesadaran,
Spontanitas, Keakraban.
·
Tujuan
Khusus Konseling Analisis Transaksional :
a) Konselor membantu klien membebankan
Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan pengaruh negatif Status Ego Anak dan
Status Ego Orang tua.
b) Konselor membantu klian menetapkan
kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas dari perintah-perintah orang
tua.
c) Konselor membantu klien untuk
menggunakan semua status egonya secara tepat.
d) Konselor membantu klien untuk
mengubah keputusan-keputusan yang mengarah pada posisi kehidupan “orang kalah”.
H.
Tekni-teknik Konseling
Teknik-teknik
konseling analisis transaksional banyak menggunakan teknik-teknik pendekatan
Gestalt. James dan Jongeward (1971) mengombinasikan konsep dan proses analisi
transaksional dengan eksperimen Gestalt dan kombinasi ini memberikan hasil yang
menjanjikan pada self-awareness dan autonomy.
1) Metode Didaktik (Didactic Methods).
2) Kursi Kosong (Empty Chair).
3) Bermain Peran (Role Playing)
4) Penokohan Keluarga (Family Playing)
5) Analisi Ritual dan Waktu luang (Analysis of Rituals and Pastime)
I.
Kelebihan Dan Kelemahan Pendekatan
Analisis Transaksional
Ø Kelebihannya
yaitu:
·
Sangat
berguna dan para konselor dapat dengan mudah menggunakannya.
·
Menantang
konseli untuk lebih sadar akan keputusan awal mereka.
·
Integrasi
antara konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep tertentu dari
terapi gestalt amat berguna karena konselor bebas menggunakan prosedur dari
pendekatan lain. Memberikan sumbangan pada konseling multikultural karena
konseling diawali dengan larangan mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan
keluarga dan larangan mementingkan diri sendiri
Ø Kelemahannya
yaitu:
·
Banyak
Terminologi atau istilah yang digunakan dalam analisis transaksional cukup
membingungkan.
·
Penekanan
Analisis Transaksional pada struktur merupakan aspek yang meresahkan.
·
Konsep
serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji
keilmiahannya
·
Konseli
bisa mengenali semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek
diri mereka sendiri
Referensi:
Corey, Gerald. (2010). Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi,
cetakan keenam. Bandung: PT. Refika Aditama.
Komalasari, Gantina, dkk. (2011). Teori Dan Tehnik Konseling, cetakan
kedua. Jakarta: PT. Indeks.
(Online)http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-analisis-transaksional.html.
diakses pada tanggal 7 Oktober 2012.