Minggu, 03 November 2013

Evaluasi Program Bimbingan Konseling



A.   Pengertian,Tujuan dan Fungsi Evaluasi 
Evaluasi program bimbingan dan konseling ialah upaya menelaah atau menganalisis program layanan BK yang telah dan sedang dilaksanakan untuk mengembangkan dan memperbaiki program bimbingan secara khusus dan program pendidikan secara umum ( Moh. Surya dan Rochman Natawidjaja: 1986).
Evaluasi bimbingan juga merupakan tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah yang mengacu pada kriteria atau patokan- patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang di laksanakan.
Kriteria atau patokan yang di pakai untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah mengacu pada ketercapaian kompetensi, terpenuhinya kebutuhan- kebutuhan peserta didik dan pihak- pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan membantu peserta didik memperoleh perubahan prilaku dan pribadi kearah yang lebih baik.
Dalam keseluruhan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, penilaian di perlukan untuk memperoleh upan balik terhadap keefektifan pelayanan bimbingan yang telah di laksanakan. Dengan informasi ini dapat diketahui sampai sejauh mana derajat keberhasilan kegiatan pelayanan bimbingan. Berdasarkan informasi ini dapat di tetapkan langkah- langkah tidak lanjut untuk memperbaiki dan mengambangkan pogram selanjutnya.
          Evaluasi program bimbingan konseling dilakukan untuk:
a.       Meneliti hasil pelaksanaan program BK agar dapat diketahui bagian program mana yang perlu di tingkatkan dan bagian mana yang perlu di perbaiki.
b.      Memperkuat asumsi atau perkataan yang mendasari pelaksanaan program BK. Salah satu asumsi yang berkenaan dengan evaluasi adalah apakah program dan layanan BK telah benar- benar efektif membantu siswa di sekolah?.
c.       Melengkapi bahan- bahan informasi dan data yang di perlukan dalam pelayanan BK kepada siswa secara perorangan. Misalnya program pengumpulan data yang mencangkup kecerdasan, keperbadian, bakat, dan tes hasil belajar.
d.      Untuk memperoleh dasar yang kuat bagi kelancaran pelaksanaan program BK di sekolah berkenaan dengan masyarakat.

fungsi evaluasi yaitu:
a.       Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing untuk memperbaiki dan mengembangkan program bimbingan dan konseling.
b.      Memberi informasi kepada pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran dan orang tua peserta didik tantang perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat ketercapaian tugas- tugas perkembangan peserta didik, agar secara berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi program bimbingan dan konseling di sekolah.
B.   Aspek- aspek yang di evaluasi
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses di maksud untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari .hasilnya.
Aspek yang dinilai baik proses maupun hasil antara lain ialah:
a.       Kesesuaian antara program dan pelaksanaan.
b.      Keterlaksanaan program.
c.       Hambatan- hambatan yang dijumpai.
d.      Dampak layanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar.
e.       Respon sisiwa, personil sekolah, orang tua, dan masyarakat terhadap layanan bimbingan.
f.       Perubahan kemajuan siswa dilihat dari pencapaian tujuan layanan bimbingan, pencapaian tugas- tugas perkembangan, hasil belajar, dan keberhasilan siswa setelah menamatkan sekolah baik pada studi lanjutan ataupun pada kehidupannya dimasyarakat.
Apabila dilihat dari sifatnya, evaluasi bimbingan dan konseling lebih bersifat “ penilaian dalam proses” yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
a.       Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pelayanan bimbingan.
b.      Mengungkapkan pemahaman peserta didik atas bahan- bahan yang disajikan atau pemahaman peserta didik atas masalah yang di alaminya.
c.       Mengungkapkan kegunaan pelayanan bagi peserta didik dan perolehan peserta didik sebagai dari hasil partisipasi atau aktivitasnya dalam kegiatan bimbingan.
d.      Mengungkapkan minat peserta didik tentang perlunya pelayanan bimbingan lebih lanjut.
e.       Mengamati perkembangan peserta didik dari waktu kewaktu (butir ini terutama di lakukan dalam kegiatan pelayanan bimbingan yang berkesinambungan).
f.       Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan pelayanan.
Berbeda dengan hasil evaluasi pengajaran yang pada umumnya berbentuk angka atau skor, maka hasil evaluasi bimbingan dan konseling berupa deskripsi tentang aspek- aspek yang di evaluasi ( seperti partisipasi/ aktivitas dan pemahaman siswa, kegunaan layanan menurut siswa, perolehan siswa dari layanan, minat siswa terhadap layanan lebih lanjut, perkembangan siswa dari waktu ke waktu perolehan guru pembimbing, komitmen pihak- pihak terkait, serta kelancaran dan suasana penyelenggaraan kegiatan). Deskripsi tersebut mencerminkan sejauh mana proses peyelenggaraan layanan/ pendukung memberi sesuatu yang berharga bagi kemajuan dan perkembangan atau memberikan bahan atau kemudahan untuk kegiatan layanan terhadap siswa.
C.   Langkah- langkah Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi program  bimbingan dan konseling di tempuh melalui langkah- langkah berikut:
1.      Merumuskan masalah atau beberapa pertanyaan. Karena tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh data yang di perlukan untuk mengambil keputusan, maka konselor perlu mempersiapkan pertanyaan- pertanyaan yang terkait dengan hal- hal yang akan di evaluasi. Pertanyaan- pertanyaan itu pada dasarnya terkait dengan dua aspek pokok yang di evaluasi yaitu: (1) tingkat keterlaksanaan program (aspek proses), dan (2) tingkat ketercapaian tujuan program ( aspek hasil).
2.      Mengembangkan dan menyusun instrumen pengumpulan data. Untuk memperoleh data yang di perlukan, yaitu mengenai tingkat keterlaksanaan dan ketercapaian program, maka konselor perlu menyusun instrumen yang relevan dengan kedua aspek tersebut. Instrumen tersebut diantaranya inventori, angket, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan studi dokumentasi.
3.      Mengumpulkan dan menganalisis data. Setelah data di peroleh maka data itu di analisis, yaitu menelaah tentang program apa saja yang telah dan belum dilaksanakan, serta tujuan mana saja yang telah dan belum terlaksana.
4.      Melakukan tindak lanjut ( follow up). Berdasarkan temuan yang di peroleh, maka dapat dilakukan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat meliputi dua kegiatan yaitu: (1) memperbaiki hal- hal yang di pandang lemah, kurang tepat, atau kurang relevan dengan tujuan yang ingin di capai, dan (2) mengembangkan program, dengan cara merubah atau menambah beberapa hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas atau efektivitas program.
Penilaian di tingkat sekolah merupakan tanggung jawab kepala sekolah yang di bantu oleh pembimbing khusus dan personel lainnya. Di samping itu penilaian kegiatan bimbingan di lakukan juga oleh pejabat yang berwenang ( pengawas bimbingan dan konseling) dari instansi yang lebih tinggi ( Depdiknas kota atau kabupaten).
Sumber informasi untuk kepentingan penilaian ini antara lain siswa, kepala sekolah, para wali kelas, guru mata pelajaran, orang tua, tokoh masyarakat, para pejabat depdikbud, organisasi propesi bimbingan, dan sebagainya. Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai cara dan alat seperti wawancara, observasi, studi dokumentasi, angket, tes, analisis hasil kerja siswa, dan sebagainya.
Penilaian perlu di programkan secara sistemasis dan terpadu. Kegiatan penilaian baik  mengenai proses maupun hasil perlu dianalisis untuk kemudian di jadikan dasar dalam tidak lanjut untuk perbaikan dan pengembangan program layanan bimbingan. Dengan dilakukan penilaian secara konperhensif, jelas dan cermat maka di peroleh data atau infomasi tentang proses dan hasil seluruh kegiatan bimbingan dan konseling. Data dan informasi ini dapat di jadikan bahan untuk pertanggungjawaban/ akuntabilitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
 Sumber Referensi:
Drs. Tohirin, M.pd., Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, PT Raja Grafindo persada, Jakarta, 2007.
Depdiknas, pelayanan bimbingan dan konseling, puskur balitbang, Jakarta, 2003.
Pusat kurikulum, panduan pelayanan bimbingan dan konseling, Balitbang Depdiknas, Jakarta, 2003.
Syamsu yusuf L. N,program bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah,CV Bani Qureiys,2005.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/evaluasi-program-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/
 


Senin, 28 Oktober 2013

HAKIKAT DASAR DARI TEMAN SEBAYA




Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia diluar keluarga. Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja belajar tentang apakah apa yang mereka lakukan lebih baik, sama baiknya, atau bahkan lebih buruk dari apa yang dilakukan remaja lain. Anak-anak menghabiskan semakin banyak waktu dalam interaksi teman sebaya pada pertengahan masa kanak-kanak dan akhir masa kanak-kanak serta masa remaja (Santrock, 2003:220).
Bagi remaja hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Pada penelitian lain, selama satu minggu, remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebaya dari pada waktu dengan orang tua (condry, simon, & Bronffenbrenner, 1968).
Hubungan teman sebaya yang baik mungkin perlu bagi perkembangan sosial yang normal pada masa remaja. isolasi sosial atau ketidak mampuan untuk masuk kedalam jaringan sosial, baekaitan dengan berbagai bentuk masalah dan gangguan, dimulai dari kenakalan hingga depresi. Hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja berhubungan dengan kesehatan mental yang positif pada usia pertengahan (Hightower, 1990).
Buku: Santrock, J.W. 2003. Adolescences, Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. 

Sabtu, 16 Februari 2013

Perbedaan Manusia, Jin dan Hewan



1.     Manusia: “ Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (QS. Al-Hijr: 26)

2.     Jin: “ Dan kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas” (QS. Al-Hijr: 27)

3.     Hewan: “ Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan diatas perutnya, dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” (QS. An-Nur: 45)

Rabu, 09 Januari 2013

Pendekatan Analisis Transaksional



A.   Sejarah Lahirnya Pendekatan Analisi Transaksional
Pendekatan analisis transaksional dipelopori oleh Erick Berne (1910-1970) setalah ia mendapatkan gelar M.D (Medical Doctor). Dari McGill University di Montreall pada tahun 1935. Ia menyelasaikan spesialisasi psikiatri di Yale University. Ketika mengabdi di Tentara Amerika Serikat (USArmy) selama tahun1943-1946, ia mulai bereksperimen tentang terapi kelompok. Setelah itu ia memulai praktik psikiatri di Carmel, California. Berdasarkan hasil observasinya terhadap konseli-konseli, Berne membuat kesimpulan tentang struktur dan fungsi kepribadian yang bertentangan dengan sebagian besar psikiatris pada zaman itu, yaitu pada pertengahan tahun 1950-an.
Pada usia 46 tahun, ia mengundurkan diri dari keanggotaan The Psychoanalitic Institute. Kemudian mendobrak asumsi dasar dari psikiatris tradisional dan mulai berpraktik dengan Transactianal Analysis. Pada tahun 1946 dia mengeluarkan buku Games People Play yang menjadi International Best-seller (Thompson, 2004).
B.   Pandangan Tentang Manusia
Pandangan analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ini ada yang bersifat jasmaniah dan rohaniah serta yang berbentuk verbal dan fisik. Yang menjadi keperibadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh sentuhan melalaui transaksi. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk dari naskah hidup seseorang yang telah terbentuk sejak usia muda.
Manusia dianggap memiliki pilihan dan tidak tergantung pada masa lalu. Walaupin pengalaman masa lalu yang menentukan posisi hidup tidak bisa dihapus, individun dapat mengubah posisinya. Seperti yang dikemukakan Berne (1970):
“Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu hal yang pertama dipelajarinya adalah berbuat sebagaimana diperintahkan, dan dia menghabiskan sisa hidupnya dengan berbuat seperti itu. Jadi, penghambaan diri yang pertama dijalani adalah penghambaan pada orangtua. Dia menuruti perintah-perintah orangtua untuk selamanya, hanya dalam beberapa keadaan saja mempunyai hak untuk memilih cara-caranya sendiri, dan menghibur diri dengan suatu ilusi tentang otonomi” (Corey, 2010:159).
C.   Struktur Kepribadian
Analisis transaksional meyakini pada diri individu terdapat unsure-unsur  kepribadian yang terstruktur dan itu  meruakan satu kesatuan yang disebut dengan “ego state”. Adapun unsur kepribadian itu terdiri dari:
1.      Ego state child ; Pernyataan ego dengan ciri kepribadian anak-anak seperti bersifat manja, riang, lincah dan rewel. Tiga bagian dari ego state child ini ialah:
a.      Adapted child (kekanak-kanakan): Unsur ini kurang baik ditampilkan saat komunikasi karena banyak orang tidak menyukai dan hal ini menujukkan ketidak matangan dalam sentuhan.
b.      Natural child (anak yang alamiah):  Natural child ini banyak disenangi oleh orang lain karena sifatnya yang alamiah dan tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan kebanyakan orang senang pada saat terjadinya transaksi.
c.        Little professor : Unsur ini ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang gembira dan menyenangkan padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan kebenaran.
2.       Ego state parent; Ciri kepribadian yang diwarnai oleh siafat banyak menasehati, memerintah dan menunjukkan kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua yaitu:
a.      Critical parent; Bagian ini dinilai sebagai bagian kepriadian yang kurang baik, seperti menujukkan sifat judes, cerewet, dll.
b.      Nurturing parent; Penampilan ego state seperti ini baik seperti merawat dan lain sebagianya.
3.      Ego state adult; Berorientasi kepada fakta dan selalu diwarnai pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana.
Dengan demikian untuk kita ketahui bahwasanya dalam tiap individu ego state yang tiga diatas selalu ada yang berbeda Cuma kadarnya saja. Berapa banyak ego state yang ada dalam individu akan mempengaruhi tingkah lakuorang tersebut.
Berdasarkan keberadaan ego state terdapat tiga komposisi yang ada dalam diri individu adalah:
1.      Ego state normal : Sesuai dengan situasi dan kondisi dimana orang itu berada. Penampilan ego state yang normal ini dapat dilihat dalam suasana yang serius.
2.      Ego state kaku : Ego state yang ditmpilaknnya tidak berbeda tetapi hanya satu saja.
3.      Ego state cair : Tidak ada batasan antara penampilan ego state yang satu dengan yang lain.

D.   Perkembangan Kepribadian Yang Sehat
Ciri-ciri kepribadian yang sehat menurut Hansen (dalam Taufik, 2009;111) adalah:
1)      Individu dapat menampilkan ego statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada.
2)      Individu berusaha menemukan naskah hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula ia memperoleh sentuhan secara bebas pula.
3)      Memilih posisi hidup revolusioner, saya OK kamu Ok.
4)       Ego statenya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak pul cair.
E.   Perkembangan Kepribadian Yang Abnormal
Masih dalam buku sumber yang sama cirri kepribadian yang abnormal ialah:
1)      Kecendrungan untuk memilih posisi devolusioner, obvolusioner dan pada dirinya ada unsure tidak Ok.
2)      Kecenderungan untuk menggunakan ego state yang tunggal.
3)      Ego state yang ditampilkannya terlalu cair.
4)       Ego statenya tercemar.
F.     Model Analisis dan Diagnosis Masalah Analisis Transaksional
Teori analisi transaksional tentang manusia dan hubungan manusia didapat dari pengumpulan data melalui empat tipe analisis yaitu:
1)      Analisis Struktur (structural analysis)
Menjelaskan kepada klien bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga ego state dan menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya individu itu sadar ego state yang mana yang lebih dominan dalam dirinya.

Dengan mengetahui struktur ego state konseli, akan diketahui masalah yang dihadapi konseli. Bila konseli dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah orang lain. Bila O yang domninan maka konseli tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.
2)      Analisis Transaksi (transactional analysis)
Transaksi antara konselor – konseli pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus konseli. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan konseli, maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi konselor.
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingganya konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau  belum.
3)      Analisis Mainan (game analysis)
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Konseli dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin konseli dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila konseli dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak.
Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh konseli untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah konseli mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.
4)      Analisis Skript (script analysis)
Analisis Skript ini merupakan usaha konselor yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.
Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkiti posisi hidup yang tidak sehat.
G.  Tujuan Konseling
Menurut corey, melihat dari tujuan dasar dari analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekrang dan arah hidupnya. Sasaranya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatsai oleh putusan dini mengenai posisi hidupnya.
Menurut Harris (1967) melihat tujuan Analisis Transaksional sebagai membantu individu agar memiliki kebebasan memilih kebebasan mengubah keinginan, kebeasan mengubah respons-respons terhadap stimulus yang lazim maupun yang baru (h.82).
Menurut Lutfi Fauzan, Tujuan konseling analisis transaksional dapat dibagi menjadi dua yaitu:
·         Tujuan Umum Konseling Analisis Transaksional, ialah membantu individu mencapai otonomi. Individu dikatakan mencapai otonomi bilamana ia memliki Kesadaran, Spontanitas, Keakraban.
·         Tujuan Khusus Konseling Analisis Transaksional :
a)      Konselor membantu klien membebankan Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan pengaruh negatif Status Ego Anak dan Status Ego Orang tua.
b)      Konselor membantu klian menetapkan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas dari perintah-perintah orang tua.
c)      Konselor membantu klien untuk menggunakan semua status egonya secara tepat.
d)     Konselor membantu klien  untuk mengubah keputusan-keputusan yang mengarah pada posisi kehidupan “orang kalah”.
H.    Tekni-teknik Konseling
Teknik-teknik konseling analisis transaksional banyak menggunakan teknik-teknik pendekatan Gestalt. James dan Jongeward (1971) mengombinasikan konsep dan proses analisi transaksional dengan eksperimen Gestalt dan kombinasi ini memberikan hasil yang menjanjikan pada self-awareness dan autonomy.
1)      Metode Didaktik (Didactic Methods).
2)      Kursi Kosong (Empty Chair).
3)      Bermain Peran (Role Playing)
4)      Penokohan Keluarga (Family Playing)
5)      Analisi Ritual dan Waktu luang (Analysis of Rituals and Pastime)

I.        Kelebihan Dan Kelemahan Pendekatan Analisis Transaksional
Ø Kelebihannya yaitu:
·      Sangat berguna dan para konselor dapat dengan mudah menggunakannya.
·      Menantang konseli untuk lebih sadar akan keputusan awal mereka.
·      Integrasi antara konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep tertentu dari terapi gestalt amat berguna karena konselor bebas menggunakan prosedur dari pendekatan lain. Memberikan sumbangan pada konseling multikultural karena konseling diawali dengan larangan mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan keluarga dan larangan mementingkan diri sendiri
Ø Kelemahannya yaitu:
·           Banyak Terminologi atau istilah yang digunakan dalam analisis transaksional cukup membingungkan.
·           Penekanan Analisis Transaksional pada struktur merupakan aspek yang meresahkan.
·           Konsep serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji keilmiahannya
·           Konseli bisa mengenali semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek diri mereka sendiri

Referensi:

Corey, Gerald. (2010). Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, cetakan keenam. Bandung: PT. Refika Aditama. 
Komalasari, Gantina, dkk. (2011). Teori Dan Tehnik Konseling, cetakan kedua. Jakarta: PT. Indeks.